Pages

Tuesday 7 May 2013

Mendung Hanya Numpang Lewat

Dari kejauhan, petir menyalak perlahan. Langit sedang menyiapkan sajak. Meluruhkannya lewat rintik hujan di sepertiga malam. Makhluk bernyawa menyimak sabda semesta dengan khidmat. Sedang tubuh penyair picisan kalap menyantap semangkuk indomie hangat. Apatis. Terutama soal kisruh ujian nasional di seantero negri yang sekarat.

Beberapa kilometer di bagian Selatan kota mega polutan, lelaki itu terjaga. Lelah membaca jurnal ekonomi, ia memperhatikan berita dan perkembangan perihal apa saja dari kotak sampah yang disebut TV. Namun, bahkan pada sampah itu ratusan orang menggantungkan asa, Rupiah dan masa hidup yang lebih lama. Karunia pun dapat menjelma selayak berhala.

Sejak minggu kemarin, lelaki itu memikirkan perihal cita dan pundi-pundi materi. Perihal pencapaian dan jati diri. Ekspedisi yang sejauh ini masih diberi label "mimpi". Penyesalan terbesarnya bukan karena tidak ikut organisasi kemahasiswaan serupa Badan Eksekutif Mahasiswa, namun karena kepengecutannya meninggalkan rumah, lantas bergabung sebagai seorang Mapala atau dewan pers mahasiswa. Sekarang dia benar-benar kehilangan arah. Terutama setelah membaca coretan So Hok Gie yang mengutip tulisan Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the Earth.”

Di luar, mendung lagi-lagi hanya numpang lewat. Hawa pagi kian memanas. Lelaki itu sekali lagi membaca ulang sajak dan puisi usang yang belum pernah menghasilkan uang. Pikirannya terpenjara pada tugas akhir yang semakin erat mengikat. Hari kemarin seorang kawannya menyampaikan sebuah pepatah klise "lakukan yang kamu cintai atau cintai yang kamu lakukan". Lelaki tersebut memaknai ini seperti duduk di atas sebuah tungku yang masih menyala. Malam ini lelaki itu sadar, ada yang lebih menyakitkan dari rindu yang tak berbalas, terpaksa mengerjakan sesuatu yang tak disukai, namun mendesak minta diselesaikan.

***

Perempuan itu tertidur lelap. Di mimpinya malam ini ada dua pasang sepatu yang di letakkan begitu saja di bawah pohon yang dedaunannya rimbun. Ada dua helai kaus yang baru saja jatuh pada hamparan pasir pantai yang halus. Ada jejak-jejak kaki telanjang dan bekas penat yang seketika dihapus ombak. Ada renyah tawa bahagia dan kecipak air yang harmonis sekalipun tak pernah senada.

"saya rindu kamu." lelaki itu mengigau.