Pages

Wednesday 13 August 2014

"August Rush"

Tulisan ini bukan bercerita soal film drama august rush. Tapi toh film dan kehidupan nyata tak jauh berbeda selayaknya Bumi dan arasy yang agung. Hampir 2 bulan saya benar-benar mulai kehilangan jati diri. Kesukaan saya membaca, menulis, dan menjadi avonturir hampir musnah tanpa bekas. Saya tak sedang menyalahkan keadaan. Meminjam kata-kata Laksmi Pamuntjak, "Kewajiban adalah nasib masing-masing". 

Agustus ini kali kedua nasib tak menyatakan saya siap untuk menziarahi kaki Semeru. Tapi kekecewaan itu setidaknya sedikit terobati dengan kenyataan bahwa saya mampu membeli sebuah victorinox dan jaket untuk iklim gunung. Hasil belajar saya selama 8 bulan di sebuah korporasi.

Seperti halnya segala sesuatu yang bermula, nasib juga memiliki akhir. Tapi akhir bukanlah tulisan "fin atau The End" dalam sebuah film. Akhir adalah gerbang untuk sebuah awal baru dan kelak memiliki akhir yang lain. Bulan ini saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan lama saya. Ada banyak pertimbangan sebelum saya memutuskan resign. Sebagai bekal, saya juga membaca beberapa opini orang-orang di lini masa twitter. Sesekali tampaknya saya perlu untuk berbagi bahan bacaan. Blog kok isinya curhat hehehe: 

menurut Handry Satriago dalam salah satu twitnya, ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam berkarir:
1) Room for learning yang luas,
2) Work with great people
3) Produce something useful

Beberapa orang berkata, "menjalani nasib juga tak berbeda jauh dengan berjudi". Jika dadu telah dilempar, kita tak pernah tau angka berapa yang akan muncul. Saya telah melempar dadu tersebut, dan bersiap untuk menghadapi kesibukan yang baru. Yang tak mengharuskan saya menjadi tua di jalan. Atau masa muda yang bisa diakali seperti mesin. 

Karena kita membayar segalanya dengan umur, maka menjauhi kedunguan adalah harga mati. Berhenti buang-buang waktu, dan mulai berbuat sesuatu.