Pages

Thursday 10 October 2013

Sebelum Puncak tertinggi di Pulau Jawa

Perjalanan saya akan di mulai pada tanggal yang belum ditentukan. 5 tahun lebih saya memendam keinginan yang saat itu sangat substil. 2008 keinginan untuk menjadi avonturir mulai lahir. 2008 kalimat so hok gie soal mengenal alam, mengenal diri sendiri, mengenal Indonesia perlahan telah menggerogoti apa-apa yang tersisa dari saya yang saat itu sedang patah hati. ya, satu-satunya obat patah hati adalah pergi sejenak membenamkan diri pada buku dan hal-hal yang menarik. Saat itu saya hanya mampu mengakrabi sunyi, kendati saya ingin pergi lebih jauh daripada angin gunung yang membawa debu vulkanis di angkasa.

2009 saya mengenal Gunung Semeru dari atap sebuah rumah. Juga dari berbagai buku dengan deskripsi yang luar biasa biadabnya. 2010 saya menyapa puncaknya dari kaldera Bromo. Melambaikan tangan tanda takjub pada kemegahannya. Saya jatuh cinta pada ranu kumbala kendati belum pernah bertatap muka. Tapi cinta saya lagi-lagi tak kesampaian kala itu. Bahkan pada hal yang tak memiliki nyawa. Menyedihkan.

2013 awal Semeru mulai kehilangan kemegahannya sebagai puncak tertinggi di Pulau Jawa. Kaum Urban dan social-media menggagahi segala pesonannya. Sebagai contoh kecil, rerumputan di pinggir Ranu yang terpangkas jejak-jejak para "pekemah" sejak era film bombastis 5 cm tayang di bioskop. Mungkin sekarang masyarakat kota yang apatis semakin menyadari potensi alam di negri ini dan Semeru tak lagi sepi. Namun yang pasti, roda ekonomi penduduk di sana semestinya berputar lebih dahsyat lagi. Sekalipun harga yang harus dibayar kelak adalah semakin minimnya destinasi yang sunyi, teduh, nan syahdu untuk dinikmati.

Seperti banyak lokasi wisata lainnya, semua tinggal menunggu waktu hingga seorang "investor" datang dan menjalin "kerjasama" dengan pemerintah daerah setempat. Namun apapun yang terjadi, semoga nilai-nilai luhur masyarakat di sana tetap terjaga dan semoga para pengunjung tidak menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat pembuangan sampah urban seperti yang sudah-sudah. Karna kelak, saya juga akan menziarahi keindahannya beserta anak dan sang istri. 
*** 

Sekarang, genap 5 Tahun saya "berpuasa" memendam keinginan terdalam untuk menuju puncak tertinggi di pulau Jawa tersebut. Memperoleh ridho Ibu untuk kesana itu bukan perkara mudah. Berkali-kali saya memendam rasa kecewa yang mungkin dianggap remeh beberapa orang. Butuh proses yang panjang, berbelit dan menyakitkan.

"Jangan kesana dulu sebelum kamu selesaikan kuliahmu, urus skripsimu!"
mendengar hal tersebut saat pikiran sedang semrawut adalah hal yang menyakitkan.

Memang benar, menjadi kaya itu tak perlu ijazah, untuk bepergian tak perlu persiapan yang terlampau matang, tapi ridho Tuhan itu ridho-nya orang tua. Seperti kata seorang teman yang entah dia baca dari mana. "urusi orang tuamu, maka Allah yang akan mengurusmu." singkat tapi bermakna dalam. Saya tak ingin menyesal.


Hanya orang yang berpuasa dapat merasakan nikmatnya berbuka.  
Saya sering mendengarnya dari para ulama selama bulan puasa. Semu kedengarannya. Namun saat diucapkan oleh seseorang yang "tadinya" berpuasa (mokel), hasilnya akan lebih mengena.

Menyelesaikan skripsi atau tugas akhir hingga tuntas dan lantas dinyatakan lulus adalah soal niat dan kemauan. Bukan melulu soal kata-kata fantastis di blog,  lini social-media, dan buku harian. Hasilnya, Bulan Oktober ini penantian saya usai sudah. Tugas saya demi memperoleh gelar akademis selesai. Tanggung jawab akademis saya tuntas. Amanat ibu dan almarhum ayah telah saya penuhi. Kendati bukan sebagai lulusan terbaik dan menyandang gelar cum-laude, namun rasa bangga dan kebahagiaan dapat saya lihat di mata ibu saya begitu juga di mata orang tua wisudawan-wisudawati lainnya. Membahagiakan orang yang tercinta dan tak lelah berjuang untuk saya itu memang selalu lebih menyenangkan. Pada akhirnya ada kebahagiaan lain yang lebih bermakna daripada ngotot memenuhi ego dan selalu ingin membahagiakan diri sendiri.

Kegembiraan yang lain adalah akhirnya bisa mempublish draft tulisan ini setelah saya biarkan vakum selama beberapa bulan. Bukan bermaksud sombong ataupun keminter, namun hari ini adalah bukti nyata bahwa saya berhasil. Tulisan saya kali ini bukan sekedar omong kosong tanpa tindakan nyata dan makna. Tulisan ini kelak menjadi pengingat bahwa saya berhasil melawan kelemahan diri dan mengatasi segala ketidaknyamanan yang kemarin sempat saya hadapi.

Bulan ini, saya mencapai checkpoint yang kesekian dalam hidup. Sekarang saatnya saya "berbuka puasa". Kali ini dengan kekasih. Kemana perjalanan kami harus bermula? Pelaminankah? heueheueheu...

Seperti segala pencapaian dalam hidup, berbekal cinta juga ridho Tuhan dan ibu, puncak Mahameru juga hanya soal waktu. Dengan Menyebut NamaNya yang Maha segala. 

mendung cuma numpang lewat. kisana.