Pages

Friday 19 July 2013

pada suatu pagi yang cerah, matahari bersinar seperti biasa.
jalanan dipenuhi kendaraan bermotor dan orang-orang berbaju takwa,
juga kopiah dengan aneka rupa dan warna yang tak senada.

pembunuh, pemerkosa, koruptor, dan para pelaku 7 dosa tak terampuni keluar dari sel-sel persegi.
petuah yang sama kembali didengungkan kesekian kalinya di halaman penjara.
tak ada yang berubah kecuali apa yang terbersit di antara sepersekian detik

lapangan rumput perlahan dipenuhi koran dan sajadah.
langit dinodai balon-balon gas hidrogen yang tak sengaja lepas dari genggam tangan para balita.
 
setelah hari itu,
semuanya makin mudah diingat kepala.



Monday 1 July 2013

kepekaan yang kau katakan itu bernama "omong kosong"

mari kawan, kita kenang idealisme orang-orang baik sekali lagi. 
Baru semalam, saya berusaha mencerna ulang kisah balada si Roy. Bagi saya, Roy adalah tokoh fiktif yang hampir nyata. Gol a gong berhasil membuat rekaannya tersebut bernyawa. Saya pun tiba-tiba teringat seorang kawan yang acap kali berkata bahwa seorang pejalan, (avonturir atau apapun saya menyebutnya) hendaknya selalu dan kelak akan lebih peka terhadap apa saja. "dengan berjalan, kita akan lebih peka", begitu yang ditasbihkannya berulang-ulang. 

Perjalanan dapat menjadi sebuah pelarian, tapi tak pernah mengajarkan soal lari tanggung jawab. Lari dari tanggung jawab bukan sikap dan laku seorang pejalan, tapi sikap dan laku seorang pengecut. Dan pengecut, bukanlah seorang pejalan. Lebih pantas disebut sebagai buronan. 

Perjalanan tak akan pernah mengajarkan bahwa ada tempat yang lebih baik selain rumah, di mana kedamaian menidurkan diri, di mana kepekaan yang kita cari dibutuhkan sekali. Kembali, bukankah perjalanan harusnya mengajarkan kita soal laku peka dalam apa saja, bukan hanya perihal kehidupan sosial?  

Saya pun teringat dengan salah satu paragraf yang ada di belakang buku Agustinus Wibowo,
"hingga akhirnya setelah mengelana begitu jauh, si musafir pulang, bersujud di samping ranjang ibunya. Dan justru dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan."
***

Dalam adegan terakhir film into the wild, Alexander Supertramp sang tokoh utama membuat saya mengambil kesimpulan. Bahwa mereka yang sekarat, adalah yang orang benar-benar disentuh kehidupan. Ada pejalan yang berhasil menemui kedamaian yang dia cari namun ada pejalan yang mati dikoyak sepi dan kesombongannya sendiri. Menyedihkan sekali rasanya melihat sebuah potensi membumi hanguskan akalnya karena kesombongan dan ilusi perihal hak milik. Hak milik terhadap kehidupan yang saya sebut saja, kelewat batas. 

ah, malam tadi pikiran saya dipenuhi asumsi, pertanyaan, dan teori-teori. Apakah seorang pejalan berangkat dari sikap "sok tau" yang berlebihan? atau justru berangkat dari ketidaktahuan? dari sebuah laku kerendahan hati? karena hal tersebut, bukankah ini berarti perjalanan tak pernah mengajarkan sebuah laku kesombongan? 

Sebuah laku kesombongan, tak pernah mengajarkan saya apa-apa selain menyediakan sebuah hal fana bernama eksistensi. Namun, bagi saya, ada sebuah hal yang lebih menawan daripada sekedar terlihat eksis dalam berkuasa dan menguasai. "dihormati". Saya mempelajari hal ini dari rocker yang jadi pelantun lagu on clinic dan dari pengacara yang menjadikan sumpah pocong sebagai penegakkan hukum tertinggi. Apalah artinya sebuah eksistensi jika tak dihormati? "respect" tak akan pernah bisa dibeli. 

Seandainya hidup tak mengajarkan kita perihal laku sosial, tentu kita bisa lebih masa bodoh dengan keadaan dan norma-norma yang ada. Atau secara sederhana, seandainya manusia yang mati bisa mengubur dirinya sendiri.

Blogger picisan seperti saya juga ingin dikenang dengan meninggalkan nama baik dan mahakarya puitik. Tapi jauh daripada itu, saya lebih memilih dikenang sebagai pribadi yang mampu menjaga amanah. Terutama amanah ibu yang membesarkan saya.

kita peka karena perjalanan, atau kita berjalan karena kepekaan? ataukah kita sedang berjalan menuju tanah lapang tempat idealisme dimakamkan. idealisme orang-orang baik.