Pages

Wednesday 17 April 2013

satu hari

***
Surabaya. Pagi itu matahari masih muncul dari ufuk Timur. Sinarnya lemah, nyaris gemulai. Alih-alih terasa hangat, angin menindih embun yang dingin, berhembus perlahan melalui celah-celah kaca jendela. Merambati buku-buku, kertas, dan Kitab Suci yang mulai berdebu. Angin bertiup sekali lagi, menegaskan bahwa pagi baru akan dimulai pukul 10.00.
***
Kamar mandi. Tuts piano dan senar gitar bergantian mengalun. Menggema di antara keramik dan ruang yang  tersentuh air. Pada bak mandi dan gayung, pada odol, sikat gigi, botol shampo, sabun, dan salah satu hal terpenting dari sebuah kamar mandi, "kloset" yang bersih. 

Burung gelatik jawa bercicit pelan dan ritmis di seberang jendela. Bertengger di dahan pohon Mangga berumur 8 Tahun yang jarang berbuah. Berisik yang menenangkan. Seperti dengkur halusmu saat terlelap di pundakku. Sedang langit serupa beludru abu-abu. Petir menggelegar malu-malu. Gerimis luruh. Hingga pukul Tujuh.
***
Perjalanan. Deru piston dari "kuda plastik dan besi" memenuhi media udara. Asap hitam dan putih membaur bersama ras Mongoloid, Kaukasoid, dan Australoid. Anak-anak kecil berseragam putih merah, biru, dan abu-abu mulai membanjiri sekolah. Truk-truk besar terparkir di pom bensin memasuki waktu tunggu. Pinggir sungai gunung sari tak lekang dari hilir mudik orang-orang separuh baya. Benang, mata kail, dan jaring-jaring di genapi dengan jampi dan do'a do'a para pemancing. Jalanan aspal yang sepi dan basah seketika riuh. Bebunyian pagi yang syahdu menjadi kumuh.
***
Muda-mudi berpenampilan parlente tampil di panggung hiburan. Entah terlahir dari idealisme macam  apapun, semua memperjuangkan nasib yang sama di kota mega polutan. "Demi sesuap nasi dan sesendok berlian" - filosofis sekali.

Kampus. Kantor. Meja kerja dengan dokumen dan berkas-berkas. Serta sebuah komputer dengan walpaper dekstop berlatar pantai berpasir putih. Cita-cita hadir di sana. Penjelajahan. Namun di bawah keteduhan sebuah korporasi, seluruh cita-cita pada akhirnya menuju tujuan yang sama. Penjajahan. Ambil semua pangsa, hingga terlalu sedikit kelak yang akan tersisa. Malam datang.
***
Petang. Jalan pulang. Langit memerah. Emas dan jingga tercampur paripurna. Keruh jelaga pamit pada langit sore. Pesan singkat di perangkat seluler tertulis jelas sebuah nomer dan nama. Rumah. Kamu. Cinta.
***
waktu terbelah, Bulan merekah. Kegelapan merayap perlahan. Dari sebuah bayangan gubuk yang timpang, lantas menyebar. Menutupi sela-sela dahan pohon trembesi, gedung-gedung tinggi, hingga sebuah bangunan yang tersusun dari darah, tulang, daging, dan harapan manusiawi.
***
Kamar dengan cahaya lampu Philips 14 watt. Seprei putih dan bedcover biru langit berkerut menyesuaikan bentuk tubuh keturunan Adam dan Hawa. Di ujung ruangan yang menghadap barat, tergeletak secarik perkamen usang berisi sajak dan puisi, juga selembar foto tak bernyawa di pinggir meja.
 ***
terpejam. bermimpi. barisanhurufhuruftaklagiberspasi.

2 comments:

  1. haloo.. salam kenal.. saya penggemarmu nomer satu..

    saya kok merasa tulisan ini judulnya berubah-ubah ya, pertama saya baca judulnya mozaik, sekarang sudah ganti jadi satu hari.. hmm, apa mata saya yang salah :p

    ReplyDelete
  2. saya kadang suka plin-plan (perfeksionis). kamu ndak salah. penggemar ndak mungkin salah. :))

    ReplyDelete