Pages

Thursday 11 October 2012

rindu hujan

tulisan ini diawali dengan peluh yang mulai menggerayangi tubuh. mulai dari lipatan kerut di kening, leher, dada, ketiak, hingga bagian lain yang tidak mungkin saya sebutkan (untuk mencegah anda berpikir yang bukan-bukan). begitu penghuni antartika menjejakkan kaki di bekas tanah terjajah ini, suhu dan kelembaban malam akan mampu membuat mereka seketika mati mendadak. selamat datang di Surabaya. begitu kata saya pada jasad mereka.

berkisar 29-30°C, dengan kelembaban 78% dan kecepatan angin 16.09 km/h. tau apa yang bisa diberikan tembok kamar saya dengan suhu seperti itu? "tembok bata berkemampuan wajan teflon vertikal."


hampir setengah tahun lebih, bulir uap air yang turun ke tanah sebagai hujan enggan datang. pohon trembesi di pinggir jalan tampak rapuh merangas. bunganya yang kuning telah berkali-kali membanjiri jalanan aspal karena kencangnya angin siang. pada dedaunan keringnya yang berwarna coklat, sistem fotosintesis bertingkah brutal.

hujan tidak pernah dirindukan seperti ini. kemarau memberantas satu persatu penyihir hujan. penyihir yang menjadikan percik air di dedaunan talas sebagai tinta emas.


No comments:

Post a Comment